Minggu, 03 Januari 2010

Antropologi, ilmu yang diciptakan dari dan untuk orang-orang jahat

Dulu orang-orang kulit putih bepergian keliling dunia. Tau kan tujuannya? Yah disingkat ajalah jadi Gospel, Gold, Glory. Mereka berkunjung ke somewhere in nowhere. Ketika mereka sampai, tiba-tiba. Jeng jeeeeeenggg. “apaan nih? Kok beda banget sama tempat kita? Eh ini alien atau apa? Kok mereka kulitnya hitam? Ih itu mereka ngapain?? Aneeeeh!” lalu bangsa pucat itu mencatat segala yang mereka anggap aneh itu untuk diceritakan ke negaranya.

Gospel, Gold, dan Glory sering bikin rusuh! Bangsa pucat itu ternyata cacat! Mereka buta semua. Dibutakan oleh obsesi sampai mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan. Sementara orang-orang yang dibilang aneh tadi menjadi korban dan dijadikan lemah melalui STRATEGI orang-orang kulit putih itu. Catatan mereka berisikan hal-hal berbau kebudayaan. Catatan macam ini, kalo istilah kerennya sekarang disebut etnografi. Dan catatan-catatan ini bisa dibilang cikal bakal ilmu yang sedang kita pelajari, Antropologi.

Tau apa tujuan mereka membuat catatan etnografi? Ya apalagi kalau bukan untuk memuaskan obsesi mereka yang suci itu, Gospel, Gold, Glory. Kalo udah tau budaya bangsa jajahan, mereka akan mencari celah untuk bisa menguasai daerah jajahan. Contohnya Belanda. Mereka mempelajari etnografi Indonesia, terus dia turlap (fieldwork) buat dapetin kekuasaan. Dulu tuh ceritanya Belanda ngedeketin pemimpin-pemimpin kita. Laluuuu… mereka “nyuruh” pemimpin Indonesia untuk buat kebijakan yang memeras rakyat. Misalnya tanam paksa. Sebenarnya mereka tau bahwa kebijakan itu sama sekali gak bijak! Tapi pihak Belanda dengan segala kemunafikannya menjanjikan keuntungan yang besar untuk pemimpin itu kalo dia mau melakukannya. Yaaa… istilah kasarnya disogoklah. Tolol banget gak sih! Kalo dianalogiin nih ya, si cebol (pemerintah) punya 2 permen dan 1 emas. Terus 1 permen diumpetin sama siamang (Belanda) tapi si cebol gak tau. Terus tiba-tiba siamang datang minta emas yang dipunyain cebol dengan ngasih permen yang tadi diumpetin. Dan ajaibnya si cebol bilang,”aku mauuuuuuuuu, nih emasnya” that’s stupid isn’t it? Disogok pake harta milik sendiri. Tau apa penyebabnya? Karena mereka mempelajari Antropologi.

Amerika juga pernah begitu, dan mungkin masih begitu sampe sekarang. dulu militer AS bekerja sama dengan Antropolog demi sebuah kelicikan. Kira-kira begini ceritanya.

Disuatu ruang rapat, di meja bundar. isinya militer AS (Roger, Burger, Peter, Spidol Marker) dan ada mbak Ruth Benedict juga

Roger : eh gimana nih guys, kita ngebom Tokyo aja yuuu, kayaknya seru tuh kalo kaisarnya mokat?

Spidol Marker : wah boleh-boleh. Nanti gue yang bawa nuklir deh

Peter : yaudah, nanti gue yang bawa rantang sama tiker

Burger : waah, indahnyaaaa.. nanti gue bawa kue lapis ya guys. Masakan ibuku enak deh!

Si Ruth tiba-tiba ngerusak suasana.. Ruth Benedict menghembuskan angin tornado dari bokongnya. Yak dia kentut! *enggak deng, boong*

Ruth : jangaaaaaan! Tau gak sih looo, kmrn tuh gue turlap. Dari data yg gue dapet, orang-orang Jepang bakalan ngamuk kalo kaisarnya metong. Yang ada entar elu dikeroyok masa, mao? Nyaho lo pada!

Mereka semua : apaaah? Jadi kita harus berbuat apa? (sambil nangis Bombay ala bencong) hiks hiks,, iiih Ruth, kamu nakal!

Ruth : mendingan lo ngebom Hiroshima sama Nagasaki aja. Nanti Jepang kalah deh, suwer!

Militer AS : OKE, LET’S GO!

Benar saja, setelah kedua kota tadi di bom. Jepang menyerah tanpa syarat dan PD II meredam. Berjasa sih yaaa “kayaknya.” Antropologi menghentikan perang dunia! Tapi kan tetep aja, berapa orang yang mati di 2 kota tadi? Terus berapa orang cacat di Jepang dan sekitarnya yang sampe sekarang masih kena radiasi nuklir? (fyi: katanya malah ada yang bisa ngeliat nembus tembok gara2 radiasi nuklir ini).

Mari beralih ke jaman modern sekarang ini. Mereka yang awam pasti akan bingung, emangnya antropologi kerjanya jadi apaan sih? Tapi mereka yang expert bisa menyusup di berbagai bidang seperti politik, budaya, perbankan, pemerintahan, pariwisata, biologi, kedokteran, religi, hukum, dll. You know what? They do exist in hidden mission!

Kalo di politik, coba kita liat ke bapak presiden kita si ‘biru besar’ ß (gak boleh nyebut merk, nanti dituntut kayak pritta lagian, kalopun iya bantuin gw ngumpulin koin ya :P)

Beliau punya seorang penasehat. Tau siapa? Dia alumnus antropologi. Tujuannya? Lagi-lagi, gak usah ditanya, pasti buat hal licik politik yang biasa disebut “strategi politik” blah blah blaaah.. misalnya buat bikin citra si biru bagusss gitu dimata rakyat biar yang milih dia jadi banyak. Lumayan licik kan?

Kalo yang paling nyata nih yang sering gw liat sih di bidang ekonomi. Dan semuanya berkaitan sama kapitalisme, prestise, dan konsumerisme. Ketiga hal ini di-mix melalui blender Antropologi menjadi satu kesatuan yang kita sebut BRAND. Gucci, Dolce Gabbana, Prada, Calvin Klein dan lain-lain. Menurut kalian apa yang bikin mereka bisa sehebat ini? Sebut saja mereka menjual sampah dengan STRATEGI yang hebat sehingga bisa laku dengan harga yang mahal, padahal bisa jadi bahan bakunya gak semahal itu. Itu semua karena mereka mempelajari kultur konsumen! Dan salurannya, tentu saja Antropologi.

Misalnya lagi Indomie, mereka mempekerjakan Antropolog supaya mie mereka bisa laku dijual di Papua yang tentu saja makanan mereka bukan mie, tetapi umbi-umbian (mayoritas) dan kemungkinan besar produk tersebut akan ditolak. Tapi hebat, mereka semua membuat sesuatu yang gak penting jadi penting sehingga selalu dibutuhkan dan voila! Mereka untung besar melalui ilmu yang sedang kita pelajari ini.

diciptakan oleh orang-orang jahat, dan digunakan untuk kebutuhan jahat juga. itulah antropologi menurut gw

Jumat, 27 November 2009

ALAY

Coba sebutkan apa yang ada dipikiran kamu ketika mendengar judul artikel ini? Untuk beberapa orang mungkin akan bilang norak, kampungan, idih, najong, amit-amit, pokoknya enggak wajar deh.

Yap, alay merupakan sebuah istilah yang entah dari mana datangnya bagi orang-orang yang merasa dirinya “normal” untuk menyebut orang yang dianggapnya aneh, norak, kampungan, dsb. Ketika kamu mendengar kata alay, lalu visualisasi seperti apa yang ada di pikiran kamu? Gaya berpakaiannya aneh, sok “g4h03L” tapi yaaah apa boleh buat. Dan satu lagi yang PASTI enggak kelewatan kalo kita mendengar kata alay adalah tulisan sms nya.

Menurut pengamatan saya, alay hanyalah orang biasa seperti kita. Hanya saja lingkungan sosialisasi mereka berbeda dengan kita sehingga mengakibatkan perbedaan sudut pandang dan pemikiran yang pada akhirnya membedakan budaya antara kita dan mereka. Di sini saya melihat ada perbedaan pemahaman mengenai konsep ‘orang normal’ dan ‘gaul.’

Umumnya orang-orang yang kita sebut alay berada pada level strata menengah kebawah dan biasanya lingkungan tempat tinggalnya dipadati pendatang dari desa di pinggiran kota. Menurut beberapa orang termasuk saya mengatakan bahwa kata alay merupakan sebuah singkatan dari ‘anak layangan,’ dimana orang-orang yang suka bermain layangan biasanya orang-orang pinggiran kota. Biasanya pendeskripsian kita terhadap orang-orang tersebut adalah orangnya hitam, dekil, kumal, bajunya lusuh, rambutnya “kemerahan” (bukan karena keturunan eropa yah).

Orang-orang desa yang tinggal dipinggiran kota umumnya bangga karena ‘setidaknya’ mereka sudah naik ‘kasta’ sedikit dari saudara-saudara mereka di desa. Mereka seakan ingin menunjukkan pada orang-orang bahwa mereka juga merupakan warga perkotaan.

Berbagai cara mereka tempuh untuk mendapatkan identitas warga kota dalam diri mereka. Mulai dari pakaian mereka, gaya bicaranya, dan juga tulisan sms mereka. Mari kita bahas satu persatu.

Pakaian : beberapa alay merasa memiliki prestise lebih dibanding entah siapa jika mereka memakai pakaian branded-abal. Misalnya ketika mereka menggunakan T-Shirt bermerek Skater

Gaya bicara : mereka merasa gaul jika berbicara dengan kata “elo, gue” atau bahasa apapun yang ada di sinetron ftv atau jangan-jangan sinetron indosiar yang ber-dubbing­ itu (oh tidak!)

Xmx : pernah lihat kata-kata itu? Yak, kalau diartikan kedalam bahasa inggris, artinya adalah short message service. Tahu kan gaya tulisan yang hUruFnYaa gdE KeChILL? Yap, ini adalah salah satu maha karya mereka

Menurut kacamata antropologi, salah seorang pakar mengatakan bahwa orang-orang seperti ini mengalami yang namanya culture shock. Mereka dalam proses adaptasi terhadap lingkungan baru di kota, tetapi dalam prosesnya mereka mengalami benturan-benturan dikarenakan oleh lingkungannya dan mungkin juga kondisi kemampuan ekonominya. Sebelum mereka sempat mengenali bagaimana kebudayaan orang-orang perkotaan, mereka sudah terlebih dulu dianggap normal dan mungkin gaul oleh lingkungannya. Sedangkan warga kota yang mayoritas menganggap lingkungan mereka kampungan dan tidak wajar (tidak normal).

Di satu sisi, orang-orang kota menganggap normal atau gaul adalah hal-hal yang mereka sering lihat di tv, atau dalam istilah sosiologi kita mengenal adanya reference group dari orang-orang kota yaitu seperti yang ada di majalah atau Hollywood. Sehingga mereka beranggapan kalau mereka sudah menjadi normal dan gaul ketika mereka sudah bergaya (dari fashion, gaya bicara, pekerjaan, dll) seperti apa yang menjadi reference group mereka. Di sisi lain, orang-orang yang dianggap alay memiliki reference group yang berbeda kemungkinan dikarenakan link mereka yang berbeda pula. Misalnya saja link yang mereka dapatkan di televisi adalah penyanyi ST12, atau Kangen Band. Maka itulah yang menjadi reference group mereka, sehingga mereka merasa telah menjadi normal atau gaul ketika mereka telah bergaya seperti itu. Sama halnya dengan perbandingan antara anak gaul Indonesia dengan Amerika. Di Amerika anak-anak seusia SMA akan dikatakan sebagai anak gaul apabila mereka mempunyai pasangan yang berbadan atletis, ‘exist’ di sekolah, dan sudah tidak virgin. Kalau di Indonesia, mungkin hanya segelintir orang saja yang seperti itu dikarenakan benturan-benturan budaya masyarakatnya. Pada dasarnya ini hanyalah perbedaan pemahaman mengenai konsep.

Kebudayaan tidak ada stratifikasinya, hanya saja orang-orang yang mendefinisikan budaya mereka sebagai yang lebih baik atau yang lebih buruk.